.

Minggu, 09 Februari 2014

CERITA DUKA DARI TANAH KARO


 Sadarta, duduk sendiri di posko pengungsi erupsi Gunung Sinabung, di Masjid Agung Kaban Jahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Senin (20/1/2014) sore. Ia asyik melamun, sambil mengurut kedua kaki di sudut posko pengungsian. 

Hiruk pikuk sekeliling tak ia gubris. Kerumunan pengungsi yang merubung Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pun tak mengusiknya. Begitu pula bantuan lima truk yang dibawa Gita tak membuat dia beranjak.

Saat diajak berbincang, bapak dengan dua anak ini juga tidak terlalu bersemangat. Raut wajahnya muram. Ada risau tergambar jelas. Dari obrolan sesudahnya, dia mengaku digelayuti pikiran soal ladang dan rumah yang dihantam debu vulkanik Gunung Sinabung sejak tiga bulan lalu.

Sadarta telah mengungsi selama 2,5 bulan. Seorang istri dan dua orang anak dia bawa serta. Tempat tinggal mereka di Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, hanya berjarak 3,5 kilometer dari kawah Gunung Sinabung yang sedang bergejolak.

Sejak gunung itu mulai "batuk", lokasi rumahnya masuk kawasan berbahaya. Bahkan sejak status aktivitas gunung itu masih Siaga. "Setengah rumah kami sudah tertimbun debu. Kami takut (rumah) ambruk," kata Sadarta.

Hidup yang berputar 180 derajat...

Hidup keluarga ini pun langsung berubah 180 derajat. Di pengungsian, kenyamanan adalah barang langka. Kasur yang biasa menjadi alas tidur di rumah berganti menjadi selembar matras. Semua semakin serba prihatin. 

Selama di pengungsian, Sadarta mengaku mendapat cukup bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta. Makanan tersedia, meski seadanya. Demikian pula obat-obatan.

Hanya ada satu masalah, sebut dia, yakni air bersih. Untuk mendapatkan air bersih, dia harus membeli di rumah warga yang berdekatan dengan pengungsian. Satu ember air ukuran sedang harus dia tebus dengan Rp 5.000. Padahal, dia tak lagi mempunyai penghasilan karena ladang yang terselimuti debu Sinabung.

Rencana panen cabai, jagung, dan kopi pupus. Pria berperawakan jangkung ini sudah kehilangan nafkah. Dengan suara parau, dia mengaku tak terlalu pusing dengan kondisi pengungsian. Kelanjutan hidup keluarganya setelah erupsi Gunung Sinabung adalah hal yang membebani pikiran Sadarta hari-hari ini.

Sadarta, yang beristrikan Neni Marlina (36), mempunyai dua anak yang masih kecil. Si sulung baru kelas IV SD dan si bungsu berumur 4,8 tahun. Di tengah obrolan, Neni bergabung menggandeng si bungsu, sementara anak sulung mereka bermain bersama teman sebaya.

Seperti Sadarta, Neni juga mengatakan tak terlalu mempermasalahkan harus hidup seadanya di pengungsian. Selain air bersih, menurut dia, banyak hal masih mencukupi kebutuhan di pengungsian. 

Bagi Neni, bukan masalah besar pula bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum sekali pun mendatangi pengungsian korban letusan Gunung Sinabung. Di pikirannya, SBY sebagai kepala negara pasti mempunyai banyak prioritas lain. "Jadi, maklum saja."

Mimpi buruk pengungsi adalah...

Sadarta dan Neni adalah pengungsi yang mengaku mengikuti perkembangan pemberitaan media massa tentang Gunung Sinabung. Apalagi ada surat kabar yang beredar di pengungsian. Karenanya, mereka juga tahu Presiden berjanji akan datang ke pengungsian pada pekan ini.

Neni mengaku ada banyak hal yang ingin dia sampaikan kepada Presiden. Misalnya, Neni berharap Presiden SBY mau menjamin pemulihan kehidupan para pengungsi setelah letusan Gunung Sinabung berlalu.

Tempat tinggal warga yang hancur, harap Neni, bisa pula dibangun kembali. Barangkali saja, imbuh dia, ada bantuan juga dari pemerintah untuk membuka ladang baru setelah kebun-kebun mereka habis tertimbun debu vulkanik.

Sadarta dan Neni barulah dua di antara puluhan ribu warga yang harus mengungsi dalam tiga bulan terakhir karena letusan Gunung Sinabung. Para pengungsi ini sadar, harta yang hilang tak akan gampang diraih kembali. 

Setitik harap mereka ungkap, semoga pemerintah mau membantu mereka membuka lembaran baru untuk kehidupan mereka nanti. Bagi mereka, mimpi buruk terbesar bukanlah lontaran lava pijar Gunung Sinabung. Untuk mereka, mimpi buruk adalah ketika anak-anak telantar, apalagi kehilangan pendidikan, karena orangtuanya tak lagi mempunyai penghasilan.

"Kami ikhlas yang sudah berlalu. Tapi kalau Presiden ke sini, ada banyak hal yang ingin kami sampaikan. Buat kami, yang penting masa depan mereka (anak-anak)," ujar Neni lirih, dengan tangan lembut memegang pundak putra bungsunya.

TAMAN IMAN, REFLEKSI RELIGI KARYA ANAK NEGERI


Oleh : Yohanes Lesmana

Ada satu hal yang patut dibanggakan dari kabupaten Dairi (Sumatera Utara), sebuah refleksi besar yang menggambarkan kerukunan antar umat beragama. Taman Wisata Iman. Begitu taman ini dinamakan. Taman Wisata Iman (TWI) dibangun pada awal tahun 2000-an. Luas wilayah sekitar 10 hektare (ha). Lokasinya berada di atas bukit Sitinjo yang dikelilingi hutan pinus. Taman Wisata Iman berada di Kota Sidikalang (4 Jam perjalanan dari Medan) dengan latar belakang Kota Sumbul yang berpagar ribuan hektar areal persawahan

Gerbang berpilar empat akan menyambut begitu memasuki areal Taman ini. Jalanan menanjak yang menjadi hambatan dan sedikit menguji lutut saya terbayar lunas. Pemandangan yang aduhai menggambarkan kemegahan Tuhan yang maha megah. pandangan mata akan dimanjakan dengan susunan miniatur religius Buddha, Kristen, Katolik, Islam dan seakan menegaskan sebuah kalimat “Betapa indahnya keberagaman dan indahnya hidup berdampingan”
Setelah membayar Rp 5000, di pos retribusi saya melanjutkan perjalanan dengan “intro” Vihara Saddhavana kompleks Buddha menjadi suguhan pertama yang ditemui. Kuil ini, pernah diramaikan dengan perayaan Waisak yang dihadiri 1.500 umat Buddha, tidak saja umat Buddha dari Sumatera Utara, tetapi juga dari Pulau Penang, Malaysia. Stupa dan beberapa ornament vihara didatangkan dari India mau pun China. Sedangkan patung Maha Agung Sidharta Gautama terbuat dari batu gunung dikerjakan di Prumpun dekat Semarang, Jawa tengah
Sepoi angin menambah keasrian taman yang berdiri megah di tanah batak ini. Menelusuri ruas jalan aspal di tengah hutan pinus. Burung-burung berkicau di pepohonan yang berdiri tegak nan asri menambah semangat untuk terus melangkah menyusuri kawasan ini.

Selanjutnya patung Abraham yang menghunuskan pedang untuk menyembelih putranya menjadi pemadangan yang tersaji bagi pengunjung. Patung sumbangan camat se Kabupaten Dairi ini merupakan 1 dari sekian miniatur patung. Setidak-tidaknya terdapat 14 miniatur patung yang menggambarkan Yesus Kristus sejak kelahirannya hingga ia disalibkan, memiliki makna religius dan pesan-pesan agamis terhadap penganutnya.

Salib setinggi 15 meter di Bukit Golgota menjulang tinggi seakan mengingatkan kita akan patung salib Yesus yang menjadi ikon Rio de Janeiro milik Brazil. Tempat ini menjadi favorit pengunjung umat Kristiani. Ketiga salib tersebut terlihat jelas dari Kota Sumbul. Kemudian ada patung Bunda Maria berada di dalam gua. Vas bunga di kaki patung tidak pernah kosong, selalu diisi peziarah. Jalan menurun dengan miniatur jembatan membelah dua sungai, Lae Pendaroh bangunan gereja megah dan asrama penginapan, merupakan tujuan akhir pengunjung untuk memanjatkan doa.
Pura Hindu berdiri di sisi kiri jalan menanjak.Suasana Bali terasa disini. Jika kita berdiri diantar dua pilar ornament Bali, pemandangan Kota Sumbul bisa dinikmati dengan leluasa ditemani semilir angin. Gagahnya deret Bukit Barisan nun jauh turut menyumbang keindahan untuk sekedar dinikmati oleh bola mata.



Memasuki kompleks Islam disambut keberadaan menara Masjid Madinah, Ka’abah dan bangunan asrama penginapan. Areal lapangan yang tidak jauh dari bangunan ornamen tersebut, sering digunakan untuk acara keagamaan. Lapangan ini juga sering digunakan sebagai lapangan pendaratan pesawat helicopter, tidak saja para pejabat tetapi juga tamu-tamu dari luar negeri. Lapangan uni juga dapat digunakan acara manasik haji. Perwiritan dari perayaan keagamaan antaranya, Musabaqah Tilawatil Qur’an mau pun khatam Qur’an.
Jika hendak berkunjung ke Taman Wisata Iman, tidak perlu khawatir soal akomodasi. Ada beberapa Hotel yang terletak di kota Sidikalang maupun daerah sekitar lokasi wisata tersebut seperti Hotel Berristera, Hotel Dairi, Hotel Sidikalang, Hotel Angkasa Raya (YL/Dairi/SUMUT)